As you know, YouTube
notification is more important thing than your
job alert nowadays.
Yes beyy,
YouTube menjadi salah satu tren masa kini yang kepentingannya mengalahkan media
massa yang lain. Bahkan semua public figure saat ini mulai merambah dunia
YouTube, iya ngga ada yang salah sih dari kegunaan platform yang bisa dipakai
massal oleh semua kalangan, tapi ya, duh, jadi geli aja banyak banget public
figure yang udah ngetop banget callingan sana sini, punya kontrak di beberapa
media, dan masih mampu untuk mengembangkan “bisnis” nya di YouTube, salut sih
tapi somehow kepikir ngga sih untuk bilang, ya kasarnya sih “duit lo kurang
buat makan sebulan atau kurang buat belanja barang mewah untuk pamer di
instagram?” kaya, dafuq men, tukang bajaj aja masih mampu hidup dengan upah
ngga menentu. Ya, its just my opinion sih, nggatau kalau sometimes gue berubah
pikiran lagi. So its just my mood.
Balik lagi ke konten kreator, akhir-akhir ini banyak banget
semacam desas-desus kabar burung yang mengatakan bahwa YouTube terbelah dua,
entahlah gossip darimana ini. Sekali lagi, tolong bedakan gossip dan berita ya
adik-adik, gossip hanyalah sebuah perkataan yang tidak didasari fakta, namun
berita adalah sekumpulan kalimat utuh yang didasari oleh data dan fakta. Jadi,
tolong buat adik-adik yang masih SD atau SMP, pakai googlenya untuk mencari
bedanya gossip dan berita, jangan dengerin lagu “kalian semua suci aku penuh
dosa” melulu.
Okayokay, sebelumnya gue mau bilang dulu kalau gue juga
pecinta YouTube, like most of all Indonesian Youtuber gue tonton semua, mulai
dari video yang banyak dislike sampe banyak likenya bahkan dislikenya nggaada
sama sekali. Di sini gue hanya membahas bagaimana pandangan gue terhadap fenomena
prasangka para pecinta konten kreator saat ini, yang digadang-gadang menjadi
perbincangan para aliansi pecinta youtuber Indonesia. Setelah gue melihat
beberapa video youtuber yang mulai asik dengan squad-squadnya gue mikir dulu,
“oh, youtuber anthem,” setelah gue play seluruh videonya, “kok yang lain kemana
ya?” ada kesenjangan dalam pikiran saat itu. Mulai bertanya-tanyalah gue, kulik
sana-sini. Dan akhirnya mendarat gue di salah satu instagram seseorang, ngga
perlu sebut namanya. Di sana gue menemukan dua foto, caption di foto pertama
menunjukkan bahwa squad merekalah yang lebih unggul. “oke,” batin gue. Gue
scroll lagi dong kebawah, ini ada apa sih sebenernya, setelah gue mencari-cari,
ketemulah salah satu komentator yang rupanya
menjawab segala pertanyaan di otak gue. Namun gue masih penasaran, akan
ada sebuah drama kah? Atau hal semacamnya? We’ll see.
Tapi ngomongin prasangka, gini deh. Iya, emang ngga salah lo
mau prasangka apa sama orang lain, its your choice gitu, pada teorinya memang
prasangka adalah suatu kebutuhan psikologis untuk mengungkapkan apa yang ada di
benak lo, even itu ngga enak sekalipun. Gue aja kadang masih suka kelewatan
prasangka sama cabe-cabean. Ya, gue literally eneg banget sama cabe-cabean atau
tante girang yang mainan media sosial, foto-fotonya penuh sama asi seliweran,
belum lagi mereka yang live streaming di salah satu aplikasi. Ya bukan apa-apa,
geli aja gitu. Se jarang di belai nya lo ya ngga usah pamer asi juga. Tuh kan
jadi kemana-mana.
Baik, jadi ada teori yang namanya iceberg of culture atau
budaya gunung es, *kasih gambar*
Gunung es ini adalah sebuah pengibaratan dari fenomena kebudayaan
yang terjadi di muka bumi, yang di pucuk gunung adalah objek yang terlihat,
sedangkan dasar gunung yang di bawah laut adalah objek yang tidak terlihat. That’s
why namanya iceberg of culture, pakai gunung es biar bisa bedain mana yang
terlihat mana yang ngga.
Apa sih kaitannya sama fenomena prasangka konten kreator
Indonesia?
Gini ya, setiap orang pastilah mempunyai artefak atau atribut
yang dipakainya, entah itu pakaian, gaya bahasa, yang kamu lihat di instagram
dia, dan lain sebagainya. Itu yang kamu lihat dalam kehidupan mereka, dan kamu
selalu memiliki prasangka terhadap mereka yang kamu anggap buruk. Hal ini
merupakan pucuk dari gunung es, hanya segelintir noda-noda yang terlihat. Namun
ternyata yang kamu lihat tidak sepenuhnya buruk, masih ada kebaikan yang lain,
yaitu di dasar gunung es yang tidak terlihat. Makanya berlaku kutipan “don’t
judge a book by its cover” artinya adalah jangan berprasangka buruk terhadap
buku dari sampulnya. Ya, memang honestly people choose someone because their
look, but somehow people search for personalities. Jadi, sebelum kamu
berprasangka pada orang, coba di cek dulu kebenarannya kaya gimana.
Ngga salah kok prasangka, asal kamu bisa membatasinya saja.
Lebih baik jika kamu berprasangka baik. jadi, bagi adik-adik cimit yang sering
gatel jempolnya buat ngomong kasar di kolom komentar orang, tolong orangtuanya
menjaga anaknya ya. Kata-kata kasar tuh nyentuhnya ke mental loh, bisa aja down
banget. Udah banyak contohnya sampe bikin conffesion. Alangkah baiknya jika
mulai saat ini hargai karyanya, ya love the people is your choice, tapi ngga
ada salahnya untuk menghargai karya orang lain. Jangan karena sikap, it makes
you happy to roast them everytime.
“hargai karyanya bukan orangnya, orangnya bisa saja berubah-ubah, tapi karya tidak pernah berubah”
Comments
Post a Comment